Bukan hal yang buruk ketika kita
mengorbankan sedikit kebahagiaan kita untuk kebahagiaan banyak orang. Bukan hal
yang salah ketika setetes air mata kita bisa berubah menjadi senyum dan tawa
banyak orang. Hal yang sangat indah ketika kita bisa melihat orang-orang yang
kita sayang tersenyum bahagia walau di saat yang bersamaan kita sedang
merasakan sakit yang luar biasa. Awalnya aku berfikir semua akan baik-baik
saja.
Aku berjalan tanpa ragu menyusuri jalan
yang membelah bangku-bangku gereja yang menjadi dua bagian, kiri dan kanan.
Dengan riasan natural di wajahku dan dengan kebaya warna putih yang selalu aku
ingin pakai dari dulu. Aku berjalan pelan dengan iringan lagu You Rise Me Up.
Ini adalah hal yang selalu ingin aku lakukan sejak dulu. Pendeta sudah siap
menunggu di depan mimbar. Tapi ini bukanlah hari pernikahan yang membahagiakan
untuku. Nyatanya aku hanya menjadi pengiring tokoh utama yang menikah hari ini.
Aku menjadi pengiring sang pengantin. Adiku dan mantan calon Suamiku
Awalnya aku merasa semua akan baik-baik
saja. Semua rasa sakit dan kecewaku akan terbayar dengan kebahagiaan
orang-orang yang aku sayang. Kebahagiaan adiku, mamahku, keluarga besarku, dan
tentu saja mantan calon suamiku. Namun saat ini bahakan tawa mereka belum cukum
untuk mengobati rasa sakitku. Aku duduk di sebelah sahabat-sahabatku yang
menghadiri pemberkatan nikah adiku. Aldi, Sandra, Dika, dan Astri. Mereka semua
melihat kearahku. Tatapan mereka mengambarkan betapa mereka merasakan iba
kepadaku. Aku berusaha sekuat tenaga menunjukan bahwa aku baik-baik saja.
Saat ini aku adalah orang yang paling
ingin bahagia disbanding siapapu. Aku tak ingin menangis di hari paling penting
untuk Adikku dan ibuku ini. Oleh karena itu aku sangat ingin bahagia saat ini.
Namun entah kenapa semua kenangan antara aku dan Niko suami adiku begitu
membekas. Aku melihat mereka berdua saling memasangkan cincin tanda cinta. “
Seharusnya ku yang ada di sana bukan Nia.” Kataku dalam hati. “ Apa yang aku
pikirkan. Aku tidak iklas dengan kebahagiaan mereka. Tidak aku iklas
dengan semua itu. Aku iklas.” Sisis
hatiku yang lain berkata seperti itu. Dalam hatiku terjadi pertentangan yang
amat keras.
Resepsi pernikahan sudah selesai. Hanya
tinggal beberapa tamu saja dan ada sahabat-sahabatku. Ketikan melihat keempat
sahabatku aku teringat masa kuliah ketika aku Nikao dan mereka sering duduk di
kafe sambil memanfaatkan akses Wifi di tempat itu untuk mengerjakan tugas.
Mengenang masa saat aku dan Niko bersama dalam satu ikata. “ Dinda are you ok?”
Tanya Aldi mewakili pertanyaan ketiga sahabatku yang lain. “ Saat ini aku
merasa menjadi seorang kakak yang berhasil. Jadi tidak ada alasan aku
bersedih.” Jawabku menghibur diri sendiri dan jawaban itu jauh melenceng dari
pertanyaan Aldi. “ Aku bangga denganmu.” Kata Asrti sambil memeluku di ikuti Sandra.
“Aku benar-benar gak tau apa yang ada
dalam pikiran Niko dan Adikmu. Mereka sangat bahagia, tanpa memperdulikanmu.”
Kata Dika. Kata-kata Dika ini membuatku melayang jauh menuju masa lalu.
“Aku pulang…” Kataku dengan semangat
sambil menarik dua Koper besar kedalam rumah. Aku melihat rumah begitu sepi.
“Mamah pasti sedang bekerja, Nia mungkin sedang kuliah. Aku masuk kedalam kamar
Nia. Betapa terkejutnya aku saat itu. Aku melihat foto DaSandra dan Niko dengan
ukuran seper besar terpampang jelas di depan pintu. Foto mesra antara mereka
berdua. Dan banyak foto lain yang terpajang di dinding. Aku hampir tak percaya.
Aku melihat Laptop Nia aku segera membuka mencari kejelasan hubungan mereka.
Dan ternyata aku menemukan hal yang tak ingin aku temukan. Mereka berpacaran.
“Nia... Sayang..” Aku mendengar suara
yang begitu aku kenal. Hya suara Niko. Aku keluar kamar Nia dan Niko begitu
terkejut melihat aku sudah pulang. Dan tidak lama aku juga melihat Nia masuk
kedalam rumah. Secara manusia aku begitu marah. Aku kecewa. “ Mbak. Aku ingin
jujur. Aku tau hal ini akan terjadi cepat atau lambat. Aku dan Niko sudah
berpacaran sejak mbak berangkat keaustralia. Dan aku juga berencana akan
menikah tahun depan. Aku minta maaf mbak. Aku salah.” Kata Nia dengan Air mata.
“ Hya aku mengerti. Ok Selamat ya.”
Kataku aku kembali mengambil koperku. Aku keluar dari rumah dengan menahan
tangis. Aku tak tahu harus kemana aku menghentikan taksi. Dan bergegas menuju
rumah yang yang dulu aku beli dengan tabungan dari beasiswa yang aku dapatkan.
Rumah ini begitu jauh dari rumah Mamah dan Nia. Membutuhkan waktu dua jam untuk
ke tempat ini. Dan dengan kondisi seperti ini aku tak mau lagi melanjutkan
studiku di Australia. Lebih baik aku memulihkan hatiku dulu di tempat ini. Hingga beberapa bulan berlalu aku masih belum
bisa melupakan semua kenanganku bersama Niko. Aku berusaha sebisa mungkin untuk
tidak memiliki waktu luang. Aku meneruskan kuliah. Menulis novel dan bekerja di
sebuah percetakan dengan menjadi seorang Editor. Semua ini membuatku
benar-benar sibuk dan hamb[ir tidak ada waktu untuk memikirkan Niko. Hingga
saat ini,saat pernikahan mereka. Aku teringat semua lagi. Dan aku kembali
jatuh.
Aku duduk di tempat faforitku saat jam
istirahat. Di bangku paling pojok aku masih belum sepenuhnya bisa terima akan
hal yang terjadi saat ini. Aku kembali teringat akan janji kami berenam saat
kuliah. “ Gimana kalo nanti kita menikah bareng.” Kata Asrti saat kita berenam
makan Mie ayam bersama. “ Bilang aja lo mau ngirit. Biar biayanya bisa
patungankan.” Kata Niko sinis. “ Hiya bener tuh. Tapi sory ya. AKu sudah
merencanakan pernikahan idamanku dengan Niko. Hya gak Ko.” Kataku menolak. “ Ih
dinda. Kan asyik juga din menggabungkan beberapa konsep sekaligus. Kita harus
berpedoman pada prinsip ekonomi.” Kata Sandra membuatku tak mampu menjawab. “
Hya deh. Demi persahabatan dan cinta kita.” Kataku mengalah. “ Gimana kalai
kita buat janji. Besok kita harus menikah dalam waktu yang hampir bersamaan.
Gimana setuju?” Tanya Sandra. “ Setuju. Jawab kami berenam kompak.”
Tanpa terasa aku meneteskan air mataku
kembali. Dan aku tidak sadar jika Asti dan Dika sudah berada di depanku. Karena
memang dia bekerja di tempat yang sama denganku. “Bukan hal yang memalukan
bukan. Ketika kamu jujur dengan sahabat-sahabatmu. Kamu hanya perlu bilang, aku
sedang sedih.” Kata Astri. “ Aku gak sedih aku terlalu keras berfikir gimana
aku biar cepat lulus S2.” Kataku mengelak. “ Di situasi seperti ini. Tidak
salah jika kamu menangis. Dan bahkan wajar jika kamu berteriak.” Tambah Dika. “Kalian
ada apa sih aku baik-baik saja.” Kataku sambil berdiri dan membereskan stpmap
yang berceceran di meja. “Aku mau kekampus buat ketemu dosen pembimbingku.”
Kataku dan meniggalkan mereka.
Aku bangun pagi ini karena suara telvon
dari ruang tengah yang terus bordering. Aku sangat malas untuk hanya sekedar
bangkit dan mengangkat telvon. Tapi jika tidak segera aku angkat pasti telvon
akan terus bordering. “Halo.” Sapaku dengan malas. “Din kamu mau ikut liburan
dengan Nia dan suaminya gak? Ini dia ngajak mama liburan. Mungkin lebih baik
kamu ikut.” Kata ibu dengan sangat bersemangat. Enteh apa yang mamah dan Nia
pikirkan saat ini. Apakah mereka mengira aku sudah melupakanya dengan mudah. “
Maaf mam aku benar-benar sibuk saat ini.” Kataku. “ Kamu baik-baik sajakan.Din
makasih ya sayang kamu dah mau mengalah untuk adikmu. Kamu telah membahagiakan
banyak orang. Mamah sangat bangga kepadamu. Mamah juga mengerti perasaanmu.”
Kata mama. “ Mamah kenapa sih. Udah selamat berlibur have fun ya.” Kata ku lalu
menutup telvonku.
Rasa sakit ini begitu nyata. Apa karena
aku begitu mencintai Niko. Dan sekarang aku benar-benar merasakan kecewa yang
amat sangat. Sampai kapan aku membiarkan diriku larut dalam keadaan seperti
ini. Aku ingin menyudahi semua tapi hingga saat ini hatiku belum sanggup
tersenyum. Aku bergegas menuju kamar tidur. Dan melihat kamar tidrku begitu
berantakan. Tidak hanya kamar tidur ruang tamu dan setiap sudut dirumahku
begitu berantakan saat ini. Botol soda makanan ringan mie cup dan semua bungkus
makanan belum sempat aku singkirkan .
Dan ini sudah hari ketiga aku tidak
masuk kantor. Aku cuman bilang jika aku sedang berada dalam suatu liburan yang
menyenangkan dan tidak mau diganggu oleh siapapu. Bagaimanapun juga aku gak mau
keempat sahabatku merasakan iba padaku. Dan sekarang aku bisa merasakan situasi
yang tenang di rumahku. Nonton semua film cinta yang berakir bahagia sambil
meminum soda sebanyak yang aku mampu. Rasanya gak ada yang membuat aku lebih
tenang dari pada sekaleng soda. Aku
ingin bangkit dari keterpurukan ini, namun aku tak punya cukup kekuatan
Aku sudah bertekat untuk melupakan
semua kenangan tentang Niko. Tidak baik selalu mengenang orang yang sudah menjadi
suami orang lain apalagi suami Adik kandungku sendiri. Aku melangkah menuju
ruang miting setelah dari tadi pagi aku menemui dosenku untuk penyusunan
Tesisku. Rasanya jika terus begini mungkin aku tidak akan memikirkan Niko.
Namun sebelum Miting aku mendapat kiriman fia BBM beberapa foto Nia dan Niko
yang terlihat sangat senang. Mereka berlibur ke Bali. Tempat yang sudah aku
rencanakan untuk liburanku bersama Niko jika saja kami menikah.
Rasanya aku harus kuat menghadapi beban
yang berat seperti ini. Mungkin akan lebih mudah jika Niko bukan menjadi Suami
adikku karena kita tak akan pernah bertemu lagi. Namun sekarang keadaanya
berbeda aku dan dia menjadi keluarga dan kami harus selalu bertemu setiap saat.
Rasanya menyakitkan . Aku kembali termenung di mejaku.
Dari meja sebelah aku mendengar pembicaraan
Asti dan Dika. “ Aku kenal salah seorang dokter dan dia juga tertarikpada
bidang kejiwaan, Mungkin kita harus membawa Dinda ke tempat prakteknya.” Kata
Dika. “Apa sekarang aja?” Kata Asti kelihatan bersemangat. “ Dia hanya buka
praktek saat malam. Saat siang dia bekerja di Rumah sakit sebagai dokter umum.”
Kata Dika. Aku melihat mereka antusias ingin membawaku menemui dokter itu.
Mereka mungkin sudah mengira aku gila. Tapi memang sejak Niko menninggalkanku
pola hidupku berubah drastis. Dari sering meminum soda hingga makan cemilan tak
sehat.Tapi itu semua caraku untuk mengurangi sters dari pada aku ngrokok
apalagi pake narkoba.
“Hya aku bisa datang sendiri gak perlu
kalian yang anter.” Kataku mengagetkan mereka. “ Beneran Din kamu mau datang
sendiri ke Psikiater itu?” Tanya Asti gak percaya. “ Daripada aku kalian seret
kaya orang gila.” Kataku lalu mengambil kartu nama yang tergeletak di meja dan
pergi meninggalkan mereka berdua.
“Kenangan
adalah bagian dari hidup di masa lalu. Kita tidak akan mampu menghapus semua
kenangan itu. Seberapa jauh kita berlari kita takan mampu meninggalkan kenangan
itu. Satu-satunya hal yang bisa kita lakukan adalah menyimpan kenangan itu
dalam-dalam di hati kita agar kita bisa berhenti memikirkanya. Dan suatu masa
ketika kita mampu mengukur kenangan lain. Kita akan bisa melupakan kenangan
pahit itu” Aku meresapi kata-kata Dokter Raya.
Banyak hal yang dia lakukan untuku. Aku
menganggap dia mencintai pekerjaanya lebih dari apapun. Dia mencoba
memperlakukanku sebagi orang normal yang hatinya dalam keadaan baik-baik saja.
Dan sekarang dia mengajakku untuk menonton sebuah film romance. Awalnya aku
menolak. Namun dia bilang ini adalah bagian dari terapis penyembuhan sakitku.
Dan begini jadinya aku sudah berada di XXI di salah satu mol di kotaku. Dan
kesan pertama begitu menyenangkan. Dia membiarkanku duduk di sofa tempat
menunggu dan dia mengantri untuk membeli tiket.
Aku mulai geli melihat dia yang mulai
tidak sabar mengantri. “Sorry lama, ini tayang perdana, jadi banyak yang pingin
nonton.” Katanya menjelaskan sambil menunjukan dua tiket kepadaku. “Lebih lama
juga gak papa.” Kataku sambil tertawa geli. Mungkin ini tawa pertama yang
keluar tulus dari bibirku. Dia membeli beberapa soft drik dan pop corn yang
akan menemani aku menyelesaikan satu buah film yang di perankan oleh Jullie Estele,
Reza Rahardian dan Darius Sinatria.
Bukan film komedi romantic yang aku
tonton. Tapi lebih tepatnya Tragedi diantra Jullie estele , Darius, Dan actor
faforitku Reza rahardian. Dimana Darius menjadi sosok malaikat yang membuat
Jullie melupakan Reza yang meninggalkan karena tidak ingin Jullie mengerti
kalau dia menderita sakit. Bener-bener salut buat Reza yang mengiklaskan wanita
yang dia cintai untuk kebahagiaan wanita itu
“
Aku hanya menangkap satu kalimat penting di film tadi. Dan sekarang aku harus
realistis. Aku harus Realistis dan tidak bisa bermain dengan perasaan saja.
Cinta itu butuh logika karena itu yang akan meluruskan perjalananya kedepan.
Untuk apa kita mencintai orang yang sudah menyakiti kita,” Katanya menirukan
ucapan Jullie estele yang saat itu memiliki situasi yang sama denganku. “Yups
betul. Tapi keadaanku berbeda dengan dia. Karena Niko meninggalkanku bukan
untuk kebahagiaanku, Tapi kebahagiaanya sendiri.” Kataku sambil menyeringai dan
itu mungkin membuar Raya sedikit takut. “ Sudah lah apa bedanya. Karena Niko
mungkin sudah menyakitimu. Mungkin kamu harus lebih berhasil melupakanya dari
pada Jullie Estele.” Raya menanggapi kata-kataku dengan datar tapi bermakna.
“ Ok dah sampai.” Katanya setelah dia
mengantarku sampai di depan rumah dengan motor besarnya. “ Makasih banyak
ya.Aku tak tau harus melakukan apa buat balas kebaikanmu.” Kata ku sedikit
garing mungkin di telinganya. “ Semua sudah tugasku.” Katanya. “ Cepat tuliskan
nomer rekeningmu karena aku tidak mau berhutang terlalu lama untuk semua ini.”
Kataku sambil bercanda. “Aku bukan Psikiater. Aku dokter. Dan aku tidak mau
dibayar dengan uang.” Katanya. “Terung?” Kataku mencoba mencari jawabanya. “
Besok aku jemput jam 7 malam. Aku sudah lama tidak menikmati sabtu malam.”
Katanya.
“ Bagian dari terapis penyembuhan juga.
Wah jangan besok. Besok malam minggu saatnya orang-orang yang punya pacar
keluar dari sarangnya. Bukan malam yang tepat buat aku.” Kataku
“ Ok dah sampai.” Katanya setelah dia
mengantarku setelah sesi terapi hari ini.. “ Makasih banyak ya.Aku tak tau
harus melakukan apa buat balas kebaikanmu.” Kata ku sedikit garing mungkin di telinganya.
“ Semua sudah tugasku.” Katanya. “ Cepat tuliskan nomer rekeningmu karena aku
tidak mau berhutang terlalu lama untuk semua ini.” Kataku sambil bercanda. “Aku
bukan Psikiater. Aku dokter. Dan aku tidak mau dibayar dengan uang.” Katanya.
“Terus?” Kataku mencoba mencari jawabanya. “ Besok aku jemput jam 7 malam. Aku
sudah lama tidak menikmati sabtu malam.” Katanya.
“ Bagian dari terapis penyembuhan juga.
Wah jangan besok. Besok malam minggu saatnya orang-orang yang punya pacar
keluar dari sarangnya. Bukan malam yang tepat buat aku.” Kataku . “ it is
date.” Katanya “ Date? Kencan maksudmu.”
Kataku tak percaya. “ Emm maksudku. Mengajarimu caranya kencan. Mungkin kamu
sudah lupa cara melakukanya.” Kata Raya yang pipinya memerah. “Ok aku masuk
ya.” Kataku meninggalkanya. “ Dinda.” Panngil raya dan aku pun menoleh. “ Ini
buat kamu. Makasih dah nemenin aku seharian ini.” Katanya sambil menyerahkan
satu ikat mawar putih yang jumlahnya cukup banyak. “ Makasih ya.” Aku tak tau
harus bilang apa kepadanya. “ Ok cepat masuk dah malam.” Katanya dan lalu masuk
kedalam mobilnya. “ Hati-hati.” Kataku sambil melambaikan tanganya.
Aku memasukan mawar pemberian Raya
kedalam vas dan membawanya masuk kedalam kamar. Aku duduk di pinggir tempat
tidur. Aku memandangi foto Prewedku dengan Niko. Foto yang super besar. Aku
berusaha melepaskanya namun aku tidak cukup kuat melepaskanya. Aku berbaring di
tempat tidur dan aku kembali melihat fotoku dan Niko di langit-langit kamar.
Dan kau tak cukup tingi untuk melepasnya. Aku ingan aku dulu memasangnya dengan
Dika dan Sandra. San saat itu Dika bersumpah tidak akan mau melepaskanya karena
aku tak mau mendengar nasehatnya.
Aku sudah memakai celana panjang dan
kaus berkerah. Dan tidak begitu lama aku mendengan suara pintu di ketuk. Raya
sudah berada di dedapn. “ Telat 5 menit. Lumayan sebentar dari pada jam-jam
yang sudah aku buang untuk menunggunya saat terapi.” Kataku sambil mengambil
tas di atas tempat tidur. Aku membuka pintu dan betapa terkejutnya aku. Aku
melihat orang yang paling tidak ingin aku lihat. Niko berada di depan pintu dan
aku berusaha menutupnya dengan cepat namun aku tidak begitu kuat Niko
menahanya.
“ Din aku mohon jangan menyakiti adikmu
seperti ini.” Katanya. “ Owh gitu. Aku yang salah. Kalian menyakiti aku seperti
ini sedangkan aku tidak boleh marah kepada kalian.” Kataku terbawa emosi. “
Maafkanlah aku dan adikmu.” Katanya lagi. “ Sangat sulit memang. Tapi aku akan
maafkan kalian, tapi untuk berteman atau apapun itu aku tidak mau. Kita sudah
tidak saling kenal.” Kataku. “ Kenapa kamu begitu jahat. Adikmu sedang hamil.
Seharusnya kamu pulang kerumah untuk sekedar menengok.” Katanya lagi membuatku
tidak sabat. Aku mengambil nafas panjang.
Perhatian kami tertuju kearah suara
yang dihasilkan oleh motor Raya. Dan begitu cepat Raya menghampiri kami. “ Hai
kamu sedang ada tamu?” Katanya sambil melepas kaus tangan yang dia pakai. “
Bukan siapa-siapa ayo kita pergi saja.” Kataku mengajak Raya pergi segera. Tapi
tangan Niko menahanku. “ Din aku mohon.” Katanya. “ Lepasin aku ko.” Kataku
membuat Raya menghentikan langkahnya. “ Kamu Niko? Kenalin aku Raya. Calonya
Dinda.” Kata Raya sambil mengulurkan tanganya namun Niko tidak menyambutnya. “
Oh hya ini Raya. Ok kita mau pergi jadi kalau sudah tidak ada yang perlu di
bicarakan lagi mungkin lebih baik kamu pergi.” Kataku sambil menarik Raya
menuju Motornya. “ Kamu gak punya jaket.” Tanyanya setelah dia menaiki
motornya. “ Enggak.” Jawabku singkat tiba-tiba aku menyesal kenapa tidak dari
dulu aku membeli jaket.
“ Ray makasih ya.” Kataku saat berada
di atas motornya. “ Hya sama-sama. Gimana kamu sepertinya sudah lumayan benci
sama Niko?” Sindirnya. “Hya aku jadi lumayan benci sama dia.” Kataku. “ Tenang
Din aku akan bantu kamu sekuat tenagaku. Aku akan membantumu keluar dari semua
keterpurukan ini. Aku tau bagaimana perasaanmu. Dan posisi mu yang sangat
sulit. Tapi kamu harus percaya aku. Semua akan baik-baik saja.” Kata Raya
membuatku kagum.
Wajah Niko masih menggangguku. Tapi aku
merasakan rasa yang lain kepada Niko. Mungkin karena cintaku yang begitu dalam
mebuatku jadi semakin membencinya. Dann
sekarang yang menjadi masalah adalah mengilangkan rasa kecewaku pada adiku dan
rasa benciku pada Niko. Bagaimanapun juga mereka adalah bagian dari keluargaku.
Dan aku tak mungkin mengasingkan diri dari keluarga.
Dan sekarang sudah ada undangan
aqiqahan keponakanku. Anak Niko dan adiku tergeletak di atas meja. Aku tak tau
apa yang harus aku lakukan dengan undangan itu. Terbesit sedikit rasa benci
dengan Keluarga itu. Tapi bagaimanapun juga aku harus datang. Tapi aku tak
punya cukup kekuatan untuk datang kerumah itu. Dan tanpa dikomando aku sudah
menelvon Raya. Penolongku dan mungkin harus aku akui dia lah yang mengeluarkan
aku dari semua keterpurukan ini. Dan sekarang aku jatuh cinta padanya.
“ Din ada apa?” Tanya Raya setengah
panic ketika sampai di rumahku. Aku menunjuk undangan itu dengan dagu seakan
tak ingin merelakan tanganku untuk menunjuknya. Raya segera mengambilnya dan
tersenyum padaku. “ Kita akan datang dan menunjukan kalau kamu baik-baik saja.”
Kata Raya begitu tegas. “ Aku ragu.” Kataku . Raut muka Raya berubah drastic
setelah aku mengungkapkan keraguanku.
“ Din aku sudah terlalu lama menunggumu
untuk membuaka hatimu memberikan ruang untuk aku. Semua hati, fikiranmu tertuju
pada Niko. Saat mendengar ceritamu dari
Dika aku bertekat akan membantumu karena memang aku pernah berada di posisi
itu. Semakin lama rasa kasihan itu berubah menjadi cinta. Kamu seperti burung
yang sayapnya patah dan aku ingin mengobatinya. Dan aku mengira aku akan
memenangkan hatimu. Tapi mungkin aku salah. Ruang hatimu sudah benar-benar
tertutup.” Kata niko panjang lebar dan hal itu cukup mengaggetkanku. Sebenarnya
aku memiliki perasaan yang sama padanya. Namun rasa kecewaku menutup itu semua.
“ Ray aku sangat berterimakasih padamu.
Kamu seperti sosok malaikat yang Tuhan kirim untuk menjagaku dan melindungi
aku. Aku juga memiliki perasaan yang sama. Namun rasa kecewa ku pada sosok
mentari saat mendung sudah membuatku mematikan hatiku untuk cinta. Namun aku
mohon untuk memberiku sedikit waktu agar aku bisa mencintaimu secara sempurna.
Aku ingin menghilangkan rasa kecewa ini.” Kataku pada Raya
Tuhan tidak akan memberi suatu hal yang
sempurna secara langsung. Tuhan memberikan hal yang tidak sempurna agar kita
bisa mengerti bagaimanakah sempurna itu. Belajar untuk menemukan hal yang
sempurna, Agar kita belajar untuk menghargai hal yang sempurna itu. Dan
menciptkan dunia yang sempurna menurut kita. Seperti halnya aku. Tuhan memberikan
kekecewaan kesedihan rasa kehilangan yang amat dasyat. Memberikan Niko untuk
mengisi hidupku. Dan suatu saat menunjukan bahwa cinta Niko itu tidak sempurna.
Dan akirnya Tuhan menunjukan padaku bahwa Cinta yang sempurna adalah Cinta
Raya. Dan kini akir cerita ku akan
menjadi cerita yang bahagia.
THE END