PEMBERONTAKAN-PEMBERONTAKAN
DI INDONESIA
PADA
MASA DEMOKRASI PARLEMENTER
DISUSUN
OLEH :
1.
GINANJAR (3101412002)
2.
LILIANY RATNA P (3101412022)
3.
ANITA WIDIA N (3101412032)
4.
SEPTI RAHMAWATI (3101412042)
ROMBEL
5A
PENDIDIKAN
SEJARAH
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Paska diproklamasikan kemerdekaanya tangga 17
Agustus 1945 Indonesia mengalami banyak permasalahan. Sebagai Negara yang baru
kelengkapan Negara yang dibentuk melalui sidang-sidang belum dapat berjalan
maksimal. Disisi lain pemerintahan jajahan dalam hal ini adalah Belanda belum
mau melepaskan Indonesia secara penuh. Setelah jepang kalah dalam perang melawan
Sekutu. Sekutu melalui NICA datang ke Indonesia namun Belanda ikut bersamanya.
Belanda kemudian melakukan agresi-agresi militer.
Untuk menyelesaikan perseturuan dengan Belanda
dibuatlah beberapa perjanjian-perjanian yang sebenarnya tidak menguntungkan
Indonesia. Dalam perjanjian-perjanjian ini Belanda mencoba memecah belah
kembali Indonseia. Salah satu isinya adalah memberntuk Uni-Indonesia beladan
dan egara Indonesia diubah menjadi negera serikat dimana terdapat Negara-negara
bagian didalam Indonesia.
Karena merupakan Negara baru pembangunan dan
perekonomian belum dalap berjalan merata hal ini lah yang memicu ketidak puasan
negera-negara serikat karena pembangunan ekonomi hanya terpusat di Jawa. Oleh
karena itu banyak Negara bagian yang ingin melepaskan diri dan berdiri sendiri.
2.
RUMUSAN MASALAH
2.1.Apa saja
Pemberontakan yang terjadi Di Indonesia ?
2.2.Apa latar
belakang pemberontakan tersebut ?
2.3.Bagaimana
jalanya pemberintakan tersebut?
2.4.Bagaimana akir
dari pemberontakan tersebut?
2.5.Apa dampak
pemberontakan-pemberonakan tersebut?
3.
TUJUAN
3.1.Menyebutkan
Pemberontakan yang terjadi Di Indonesia
3.2.Menjelaskan
latar belakang pemberontakan tersebut
3.3.Menjelaskan
jalanya pemberintakan tersebut
3.4.Menjelaskan akir
pemberontakan
3.5.Menjelaskan
dampak pemberontakan.
BAB
II
ISI
1.
Pemberontakan APRA ( Angkatan Perang
Ratu Adil)
Pada
pertengahan Bulan Npvember 1949 Kapten Paul
“Truk” Westerling yang baru saja didemobilisasi dari KNIL (Knonklijke Lager
Nerderlandsch-Indiche Leger) mulai mengorganisir sebuah kekuatan terutama dari serdadu KNIL yang sudah
didemobilisasi. Termasuk didalamnya sejumlah orang Belanda dan dua bekas
Inspektur Polisi mauk kedalam kelompoknya. Westerling dan para perwiranya mulai
mengadakan hubungan dengan beberapa pasukan KNIL dan KL (Koninklijke Leger)
yang masih bertugas di Bandung dan menjadikan Bandung sebagai Pusat Kegiatanya.
[1]
Gerakan ini menggunakan nama Ratu Adil karena ingin merebut simpati rakyat yang
sebagian besar telah mendengar ramalan Jaya Baya. Dimana dalam ramalan tersebut
disebutkan akan ada seorang Ratu Adil yang akan membawa masyarakat Indonesia
kedalam kehidupan yang sejahtera. Angkatan Perang ini dapat dikatakan sebagai
kekuatan bersenjata pemecah belah yang di dalangi oleh pihak Belanda. [2]
1.1.Latar Belakang
Pemberontakan
1.1.1. Kekhawatiran
Belanda terhadap Persatuan Indonesia.
Dengan
disetujuinya Konferensi Meja Bundar antara Inodesia dan Belanda maka
terbentukalah Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan 17 negara bagian
didalamnya. Walaupun terdiri dari banyak Negara Bagian mereka masih berhubungan
dengan pemerintahan Pusat RIS di Jogjakarta.
Dengan
sistem seperti ini timbulah kekawatiran dalam kubu Belanda. Belanda tidak ingin
melihat Indonesia sebagai Negara yang bersatu dan Belanda mulai berusaha
mempengaruhi beberapa Pemuka masyarakat agar disetiap Negara Bagian membentuk
Angkatan Perangnya Sendiri. [3]
1.1.2. Tidak Disetujuinya APRA sebagai ankatan Perang
Negara Bagian Pasundan.
Berdasarkan
Hasil keputusan Konferensi Antar Indonesia di Yogyakarta yang mengakui Angkatan
Perang Republik Insonesia Serikat ( APRIS) sebagai satu-satunya angkaytan
Bersenjata di RIS rakyat semakin gelisah . Sedangkan APRA yang berpusat di
Bandung yang saat itu merupakan Bagian dari Negara Pasundan menyatakan dirinya
sebgai Tentara Federal Pasundan tidak diterima oleh Pemerintahan RIS.[4]
1.2.Jalanya Pemberontakan
Pasukan Westerling mendekati Bandung
pada tangggal 22 Januari 1950 petang, dan diperkuat oleh Resimen pasukan gerak
cepat KL yang berpangkalan di Bandung. Pasukan yang seluruhnya berjumlah 800
Orang bersenjata berat. Ditaksir 300 diantaranya adalah serdadu KL. Pasukan
pimpinan Westerling ini memasuki Bandung pada Pagi hari tanggal 23. Terjadilah
pertempuran sengit dimana 60 tentara dari kesatuan RIS yang bertugas disana
terbunuh.[5]
Setelah menduduki hampir semua tempat
penting di kota dan Sebelum melakukan tindakan yang lebih jauh Komisaris Tinggi
Belanda dan komandan Garnisun Belanda Major Jendral Engels yang masih Berada di
Bandung mendesaknya Supaya Mundur pada hari itu juga.[6]
Pada 26 Januari pasukan Westerling mulai
merembes masuk ke Jakarta dengan tujuan ingin memulai suatu Kudeta
besar-besaran. Namun sebelum mereka dapat diorganisir kembali mereka sudah
ketahuan dan setelah beberapa pertempuran singkat pemberontakan tersebut
berhasil di padamkan. [7]
1.3.Akir
Pemberontakan
Setelah
Pemberontakan berhasil dipadamkan munculah sosok baru yang menurut kesaksian
beberapa sumber merupakan dalang Peristiwa tersebut. Orang itu adalah Sultan
Hamid II dari Kalimantan Barat yang merupakan seorang Federalis terkemuka dan
anggota Kabinet. Westeling dianggap sebagai senjata Militer saja.
Menurut
Sumber-sumber pemerintah Sultan Hamid di tangkap pada 5 april dan dipenjarakan.
Dan pada 19 April ia mengakui telah mengadakan usaha menggulingkan pemerintakan
RIS dengan mengadakan rencana serangan terhadap Parlemen. [8]
Westeling melarikan diri dengan jalan menyamar dan terbang ke Singapore dengan
menggunakan Pesawat terbang militer Belanda namun pada 26 Februari ia bisa
ditangkap di Singapore.
1.4. Dampak
Pemberontakan
1.4.1.
Hubungan Indonesia Belanda Terganggu
Hubungan
Indonesia dan Belanda yang sempat membaik seusai Konferensi Meja Bundar dan
pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, Kembali memburuk Setelah peristiwa
Pemberontakan APRA. Bangsa Indonesia menjadi marah karena terlibatnya beberapa
perwira angkata bersenjata dalam pemberontakan tersebut. Bsangsa Indonesia
merasa bahwa Komandan Tertinggi Angkatan Bersenjata Belanda begitu bodoh dalam
mempertahankan pengawasan atas pasukan-pasukanya sendiri.
1.4.2.
Negara Pasundan Dibubarkan
Beberapa
pimpinana Negara Bagian Pasundan yang dicurigai terlibat dalam pemberontakan
ini di Tangkap[9].
Hal ini menimbulkan suatu tuntutan yang didorong oleh pemerintahan RIS untuk
mengganti Pimpinan Negara Bagian Pasundan. Pada tanggal 8 Februari cabinet RIS
membuat konsep undang-undang darurat mengenai penyerahan kekuasaan pemerintahan
Pasundan kepada suatu Komisi Negara yang ditunjuk oleh pemerintah pusat.
Keesokan harinya Wiranata Koesuma, Wali Negara Pasundan menyerahkan kekuasaanya
kepada Sewaka, Komisaris yang baru ditunjuk oleh Pemerintahan RIS.
2.
Pemberontakan PRRI/PERMESTA
PRRI
(Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) adalah suatu pemerintahan
pemberontak yang berdiri pada 15 Februari 1958 di Sumatra dengan markas
Besarnya berada di Bukit tinggi. Tokoh Penggerak PRRI adalah para tokoh dewan,
Seperti Dewan Banteng, Dewan Gajah, Garuda, Manguni[10].
Gerakan Mereka lebih bersiwat Sparatis dan membentuk suatu cabinet dimana duduk
beberapa orang tokoh politik dan militer[11].
Dua hari setelah pembentukan PRRI kaum
PERMESTA bergabung dengan PRRI. Gerakan ini mendapat dukungan dari Amerika
Serikat.
2.1.
Latar Belakang Pemberontakan.
2.1.1. Ketidak
Puasan terhadap Pemerintahan Pusat.
Menurut Bruce Grant
dalam Lapian tindakan-tindakan pimpinan pemberontak lahir dari perasaan
frustasi bukan berdasarkan perencanaan politik yang praktis, mungkin ada yang
didorong ambisi pribadi, namun mempuanyai sikap idealis. Hal ini sesuai dengan
tindakan pemberontakan PRRI. Pemberontakan ini diakibatkan ketidakpuasan
terhadap kebijakan pemerintahan Pusat yang lebih mengutamakan pembangunan di
Jawa Khususnya di Jakarta. Kebijakan pemerintah ini menimbulkan kekecewaan
terhadap beberpa Dewan militer yang ada didaerah daerah. Oleh karena itu Para dewan ini mencoba
mencari saluran baru untuk menyampaikan tuntutan kepentingangan daerah.
2.1.2.
Permaslahan di Tubuh Angkatan Darat
Akibat
permainan politik di tunuh TNI terjadi pergolakan-pergolakan, khususnya di
tubuh TNI AD. Beberapa orang perwira TNI AD yang tidak sependapat dengan
Kebijakan Kepala Staf Angkatan Darat telah meminta Presiden Soekarno mengganti
KSAD Kolonel A.H. Nasution[12].
Kolonel Bambang Supeno mendatangi Panglima-panglima daerah untuk mengajak
mereka menandatangani pernyataan agar presiden mengganti Kolonel A.H. Nasution
sebagai KSAD. Tetapi cara yang ditempuh itu tidak mendapat persetujuan oleh
perwira Angkatan Darat yang berada di pusat maupun daerah karena dapat merusak
solidaritas intern TNI.
2.1.3.
Kecemasan Amerika terhadap Soekarno dan
PKI
Pemberontakan
ini mendapat dukungan rahasia dari Amerika Serikat karena Amerika merasa cemas
terhadap Soekarno dan PKI[13].
Karena Soekarno adalah seorang Nasionalis dan anti Liberalisme Barat. Soekarno
tidak mau bekerja sama dengan bangsa barat termasuk Amerika.
2.1.4.
Keterlibatan Australian
Keterlibatan Australia
terhadap pemberontakan PRRI/PERMESTA nampaknya bukan hanya seerdar memberikan
simpati tetapi jua memberikan bantuan berupa perangkat luank serta bantuan
berupa peralatan perang dan fasilitas-fasilitas lainya hal ini dikarenakan
kecurugaan Amerika serikat terhadap Indonesia yang diikuti sekutunya Australia
. Hal ini menjadi faktor dominan Yang
ikut menentukan mengapa Australia mendukung dan membantu pemberontakan PRRI.[14]
2.2.Jalanya
Pemberontakan
Setelah diumumkan pembentukanya tanggal
15 Februari PRRI segera melakukan konsolidasi dengan PERMESTA .Selain itu pembentukan
ini mendapatkan sambutan dari Negara Indonesia Timur. Dalam rapat raksasa yang
digelar di beberapa tempat didaerah-daerah Komando Daerah Militer Sulawesi
Utara dan Tengah ( KDSMUT) Kolonel Sumba mengeluarkan pernyataan nahwa tanggal
17 Februari 1958, daerah Sulawesi Utara dan Tengah memutuskan hubungan dengan
Pemerintahan Pusat dan mendukung Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia
(PRRI). Pernyataan ini merupakan pernyataan Piagam Perjuangan Rakyat Semesta
(PERMESTA).
2.3. Akir Pemberontakan
Walaupun
sudah berhasil menyatukan banyak masa dari berbagai daerah PRRI belum melakukan
aksi yang nyata dan besar. Pada awal
pemberontakan pihak PRRI telah mengalami banyak kekurangan-kekurangan. Yang
pertama karena Panglima Sumatera Selatan yang tidak ikut bergabung dengan PRRI
karena mereka merasa gelisah sebab letaknya dekat dengan Jawa dan kawatir akan
banyaknya orang Jawa yang menjadi buruh diladang-ladang minyak merupakan
anggota PKI. Yang kedua karena PRRI tidak mendapat dukungan yang berari di
Sumatra Utara atau Kalimantan. Para Pemberontak Darul Islam di Aceh, Jawa Barat
dan Sulawesi Selatan menempuh cara mereka sendiri
Untuk
menghadapi pemberontakan PRRI dan PERMESTA pemerintahan melalui Angkatan Udara
Mengebom Instalasi-instalasi PRRI di Padang, Bukit Tinggi, dan Menado pada akir
Februari. Pada awal Maret pihak tentara mulai mendaratkan kesatuan-kesatuan
dari divisi Siliwangi dan Divisi Diponegoro di Sumatra dibawah pimpinan Ahmad
Yani. Pemberontak dapat dipukul Mundur pada 17 maret dan pada 5 Mei Bukit
Tinggi berhasil direbut oleh Pemerintahan Pusat Jakarta.
Setelah
penguasaan Bukit Tinggi Gerakan PRRI di Sumatra berubah menjadi gerakan Gerilya
Hingga ke Pedalaman. Pada pertengahan tahun 1958 pemberontakan PRRI boleh
dikatakan sudah gagal walaupun kehancuranya yang terakir masih terjadi tiga
tahun kemudian. [15]
2.4.Dampak
Pemberontakan
2.4.1.
Perbedaan Pendapat dikalangan Pemimpin
Negara.
Perbedaan
pendapat tentang penyelesaian dan sangksi untuk para pemberontak Terjadi
diantara Soekarno dan Hatta. Soekarno mendesak diberlakukannya sanksi yang
tegas untuk para pemberontak. Djuanda dan Nasution dan anggota PNI dan PKI juga
mneghendaki pemberontak harus ditumpas. Tetapi Hatta bersama-sama dengan para
pemimpin Masyumi dan PSI mendesak penyelesaian dengan perundingan[16],
sehingga menempatkan diri mereka pada posisi kompromis.
2.4.2.
Hubungan Luar Negeri Indonesia
tergoncang
Simpati
dan dukungan Amerika Serikat terhadap para pemberontak PRRI terlihat jelas oleh
pemerintahan pusat RIS di Jakarta, hal ini merusak hubungan Indonesia dan
Amerika. Walaupun Amerika sempat melakukan upaya untuk memperbaiki bubungan
dengan Indoesia melaluinMentri Luar Negeri Amerika J.F Dulles yang mengecam
keikutcampuran Amerika terhadap PRRI namun upaya itu gagal memperbaiki hubungan[17].
Soekarno dan banyak pimpinan lainya cenderung memandang Amerika Serikat dengan
kecurigaan yang lebih besar daripada seperti yang biasanya terjadi diantara
Negara besar dan Negara berkembang.
2.4.3.
Penyederhanaan Politik Militer Indonesia
Banyak
Perwira Militer yang membangkang dikeluarkan dari urusan-urusan Militer.
nKebanyakan Perwira yang diberhentikan terebut berasal dari daerah-daerah luar
Jwa sehinggan korps perwira semakin banyak ditempati oleh orang jawa. Pada
tahun 1960-an diperkirakan 60 samapi 80 persen perwira militer adalah orang
Jawa, padahal kelompok suku ini berjumlah 45 persen dari total seluruh jumlah
penduduk Indonesia.
2.4.4.
A.H. Nasution menjadi pimpinan Militer
yang tak tertandingi
Setelah
banyak dilakukan pemecatan terhadap banyak perwira TNI yang membangkang A.H.
Nasution dianaikan pangkatnya menjadi Letnan Jendral pada Juli 1958. Ia menjadi
orang pertama yang mendapatkan pangkat itu semenjak Soedirman. Hal ini
dikarenakan upaya keras yang dilakukan A.H Nasution untk menumpas para
Pemberontak. Selain itu ia juga memiliki kesamaan prinsip dengan Soekarno.
3.
Pemberontakan Andi Azis
Pada tanggal 5 April 1950 di
Makasar terjadi pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh kesatuan bekas
KNIL dibawah pimpinan kapten Andi Azis.
Andi Azis yang sebelumnya menjadi
Letnan Ajudan Wali Negara “Negara Indonesia Timur” beserta satu komisi anak
buahnya bekas KNIL pada tanggal 20 Maret 1950 telah diterima masuk APRIS dan
diterima sebagai komandan kompi dengan pangkat Kapten.
Akan tetapi setelah beberapa hari
setelah pelantikannya Kapten Andi Azis mengerahkan pasukannya dengan didukung
oleh Batalyon KNIL di Makasar yang tidak masuk APRIS, menawan Pejabat Panglima
Teritorium Indonesia Timur, Letnan Kolonel Achmad Yunus Mokoginta beserta
seluruh stafnya. Ketika itu Terintorium Indnesia Timur baru merupakan
organisasi kerangka dengan kekuatan hanya satu peleton Polisi Militer, satu
kompi rekrut dan staf terintorium.[18]
3.1. Latar Belakang Pemberontakan
Pemberontakan di
bawah naungan Andi Azis ini terjadi di Makassar yang diawali dengan adanya
konflik di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan yang berlangsung
di Makassar ini terjadi karena adanya demonstrasi dari kelompok masyarakat yang
anti federal, mereka mendesak NIT supaya segera menggabungkan diri dengan RI.
Sementara itu di sisi lain terjadi sebuah konflik dari kelompok yang mendukung
terbentuknya Negara Federal. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya kegaduhan
dan ketegangan di masyarakat.
Untuk menjaga
keamanan di lingkungan masyarakat, maka pada tanggal 5 April 1950 pemerintah
mengutus pasukan TNI sebanyak satu Batalion dari Jawa untuk mengamankan daerah
tersebut. Namun kedatangan TNI ke daerah tersebut dinilai mengancam kedudukan
kelompok masyaraat pro-federal. Selanjutnya para kelompok masyarakat
pro-federal ini bergabung dan membentuk sebuah pasukan “Pasukan Bebas” di bawah
komando kapten Andi Azis. Ia menganggap bahwa masalah keamanan di Sulawesi Selatan
menjadi tanggung jawabnya.
jadi,
dapat disimpulkan bahwa lata belakang pemberontakan Andi Azis adalah :
1.
Menuntut bahwa keamanan di Negara
Indonesia Timur hanya merupakan tanggung jawab pasukan bekas KNIL saja.
2.
Menentang campur tangan pasukan APRIS
(Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) terhadap konflik di Sulawesi
Selatan.
3.
Mempertahankan berdirinya Negara
Indonesia Timur. [19]
3.2. Akhir Pemberontakan
Oprasi penumpasan RMS yang dilakukan olh
Angkatan Prang Republik Indonesia Serikat atau Apris diawali dengan pendaratan
merebut pulau Buru setelah operasi militer disana selesai, pasukan Gabungan
kemudian Bergerak kearah timur dengan melakukan serangkaian penyerbuan melalui
pendaratan di Piru, Seram, Banda, Tanbar, dan akirnya dipulau geser. [20]
Untuk
menanggulangi pemberontakan yang di lakukan oleh Andi Azis, pada tanggal 8
April 1950 pemerintah memberikan perintah kepada Andi Azis bahwa setiap 4 x 24
Jam ia harus melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatan
yang sudah ia lakukan. Untuk pasukan yang terlibat dalam pemberontakan tersebut
diperintahkan untuk menyerahkan diri dan melepaskan semua tawanan. Pada waktu
yang sama, dikirim pasukan yang dipimpin oleh A.E. Kawilarang untuk melakukan
operasi militer di Sulawesi Selatan.
Tanggal 15 April 1950, Andi Azis pergi ke Jakarta
setelah didesak oleh Sukawati, Presiden dari Negara NIT. Namun karena
keterlambatannya untuk melapor, Andi Azis akhirnya ditangkap dan diadili untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya, sedangkan untuk pasukan TNI yang dipimpin
oleh Mayor H. V Worang terus melanjutkan pendaratan di Sulawesi Selatan. Pada
tanggal 21 April 1950, pasukan ini berhasil menguasai Makassar tanpa adanya
perlawanan dari pihak pemberontak.
Pada Tanggal 26 April 1950, anggota ekspedisi yang
dipimpin oleh A.E Kawilarang mendarat di daratan Sulawesi Selatan. Keamanan
yang tercipta di Sulawesi Selatan-pun tidak berlangsung lama karena keberadaan
anggota KL-KNIL yang sedang menunggu peralihan pasukan APRIS keluar dari
Makassar. Para anggota KL-KNIL memprovokasi dan memancing emosi yang
menimbulkan terjadinya bentrok antara pasukan KL-KNIL dengan pasukan APRIS.
Pertempuran antara pasukan APRIS dengan KL-KNIL
berlangsung pada tanggal 5 Agustus 1950. Kota Makassar pada saat itu sedang
berada dalam kondisi yang sangat menegangkan karena terjadinya peperangan
antara pasukan KL-KNIL dengan APRIS. Pada pertempuran tersebut pasukan APRIS
berhasil menaklukan lawan, dan pasukan APRIS-pun melakukan strategi pengepungan
terhadap tentara-tentara KNIL tersebut.
Tanggal 8 Agustus 1950, pihak KL-KNIL meminta untuk
berunding ketika menyadari bahwa kedudukannya sudah tidak menguntungkan lagi
untuk perperang dan melawan serangan dari lawan. Perundingan tersebut akhirnya
dilakukan oleh Kolonel A.E Kawilarang dari pihak RI dan Mayor Jendral
Scheffelaar dari pihak KL-KNIL. Hasil perundingan kedua belah pihakpun setuju
untuk menghentikan baku tembak yang menyebabkan terjadinya kegaduhan di daerah
Makassar tersebut, dan dalam waktu dua hari pasukan KNIL harus meninggalkan
Makassar.
Beberapa Kendala yang dihadapi APRIS selain Luasnya
wilayah operasi APRIS, Beragam kendala ikut membatasi kiprah pasukan APRIS
ketika mereka ditugaskan mernumpas pasukan RMS. Pasukan pemerintah pusat harus
bertempur terpisah ratusan kilometer dari pangkalan induk mereka di Jawa.
Kendala tersebut diperburuk dengan terjadinya keterbatasan dana dan sarana,
berikut keragaman pasukan.[21]
3.3.
Dampak Pemberontakan
Pada tanggal 5 April
1950, anggota pasukan Andi Azis menyerang markas Tentara Nesional Indonesia
(TNI) yang bertempat di Makassar, dan mereka pun berhasil menguasainya. Bahkan,
Letkol Mokoginta berhasil ditawan oleh pasukan Andi Azis. Akhirnya, Ir.P.D
Diapri (Perdana Mentri NIT) mengundurkan diri karena tidak setuju dengan apa
yang sudah dilakukan oleh Andi Azis dan ia digantikan oleh Ir. Putuhena yang
pro-RI. Pada tanggal 21 April 1950, Sukawati yang menjabat sebagai Wali Negara
NIT mengumumkan bahwa NIT bersedia untuk bergabung dengan NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia).
4. Pemberontakan RMS
Dalam
rentetan pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang Indonesia
bekas KNIL dan pro Belanda, peristiwa selanjutnya terjadi di Maluku. Di Ambon
pada tanggal 25 April 1950 dirumuskan berdirinya Republik Maluku Selatan yang
terlepas dari Negara Indonesia Timur dan RIS, dibawah pimpinan Dr. Soumokil,
bekas jaksa Agung Negara Indonesia Timur.
Proklamasi RMS
itu sudah disiapkan secara matang oleh Soumukil dan kawan-kawannya. Dalam tahap
persiapannya, Soumukil berhasil memindahkan pasukan KNIL dan pasukan Baret
Hijau yang terlibat pemberontakan Andi Asis ke Ambon. Pasukan-pasukan khusus
itulah yang menjadi tulang punggung perlawanan RMS. [22]
4.1. Latar Belakang Pemberontakan
Republik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah yang
diproklamasikan merdeka pada 25 April 1950 dengan maksud untuk memisahkan diri
dari Negara Indonesia Timur (saat itu Indonesia masih berupa Republik Indonesia
Serikat). Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap sebagai pemberontakan dan
setelah misi damai gagal, maka RMS ditumpas tuntas pada November 1950. Sejak
1966 RMS berfungsi sebagai pemerintahan di pengasingan, Belanda.
4.2. Jalannya
Pemberontakan
Pada
25 April 1950 RMS hampir/nyaris diproklamasikan oleh orang-orang bekas prajurit
KNIL dan pro-Belanda yang di antaranya adalah Dr. Chr.R.S. Soumokil bekas jaksa
agung Negara Indonesia Timur yang kemudian ditunjuk sebagai Presiden, Ir. J.A.
Manusama dan J.H. Manuhutu. Pemerintah Pusat yang mencoba menyelesaikan secara
damai, mengirim tim yang diketuai Dr. J. Leimena sebagai misi perdamaian ke
Ambon. Tapi kemudian, misi yang terdiri dari para politikus, pendeta, dokter
dan wartawan, gagal dan pemerintah pusat memutuskan untuk menumpas RMS, lewat
kekuatan senjata. Dibentuklah pasukan di bawah pimpinan Kolonel A.E.
Kawilarang.
Pada
14 Juli 1950 Pasukan ekspedisi APRIS/TNI mulai menumpas pos-pos penting RMS.
Sementara, RMS yang memusatkan kekuatannya di Pulau Seram dan Ambon, juga
menguasai perairan laut Maluku Tengah, memblokade dan menghancurkan kapal-kapal
pemerintah. Pemberontakan ini berhasil digagalkan secara tuntas pada bulan
November 1950, sementara para pemimpin RMS mengasingkan diri ke Belanda. Pada
1951 sekitar 4.000 orang Maluku Selatan, tentara KNIL beserta keluarganya
(jumlah keseluruhannya sekitar 12.500 orang), mengungsi ke Belanda, yang saat
itu diyakini hanya untuk sementara saja.
RMS
di Belanda lalu menjadi pemerintahan di pengasingan. Pada 29 Juni 2007 beberapa
pemuda Maluku mengibarkan bendera RMS di hadapan Presiden Susilo Bambang
Yudhono pada hari keluarga nasional di Ambon. Pada 24 April 2008 John Watilette
perdana menteri pemerintahan RMS di pengasingan Belanda berpendapat bahwa
mendirikan republik merupakan sebuah mimpi di siang hari bolong dalam
peringatan 58 tahun proklamasi kemerdekaan RMS yang dimuat pada harian Algemeen
Dagblad yang menurunkan tulisan tentang antipati terhadap Jakarta menguat.
Tujuan politik RMS sudah berlalu seiring dengan melemahnya keingingan
memperjuangkan RMS ditambah tidak adanya donatur yang bersedia menyisihkan
dananya, kini hubungan dengan Maluku hanya menyangkut soal sosial ekonomi.
Perdana menteri RMS (bermimpi) tidak menutup kemungkinan Maluku akan menjadi
daerah otonomi seperti Aceh Kendati tetap menekankan tujuan utama adalah meraih
kemerdekaan penuh.
4.3.
Akhir Pemberontakan
Dalam
upaya penumpasan pemberontakan RMS, pemerintah berusaha untuk mengatasi masalah
ini dengan cara berdamai. Cara yang dilakukan oleh pemerintah yaitu, dengan
mengirim misi perdamaian yang dipimpin oleh seorang tokoh asli Maluku, yakni
Dr. Leimena. Namun, misi yang diajukan tersebut ditolak oleh Soumokil.
Selanjutnya misi perdamaian yang dikirim oleh pemerintah terdiri atas para
pendeta, politikus, dokter, wartawan pun tidak dapat bertemu langsung dengan
pengikut Soumokil.
Karena
upaya perdamaian yang diajukan oleh pemerintah tidak berhasil, akhirnya
pemerintah melakukan operasi militer untuk membersihkan gerakan RMS dengan
mengerahkan pasukan Gerakan Operasi Militer (GOM) III yang dipimpin oleh
seorang kolonel bernama A.E Kawilarang, yang menjabat sebagai Panglima Tentara
dan Teritorium Indonesia Timur. Setelah pemerintah membentuk sebuah operasi
militer, penumpasan pemberontakan RMS pun akhirnya dilakukan pada tanggal 14
Juli 1950, dan pada tanggal 15 Juli 1950, pemerintahan RMS mengumumkan bahwa
Negara Republik Maluku Selatan sedang dalam bahaya. Pada tanggal 28 September,
pasukan militer yang diutus untuk menumpas pemberontakan menyerbu ke daerah
Ambon, dan pada tanggal 3 November 1950, seluruh wilayah Ambon dapat dikuasai
termasuk benteng Nieuw Victoria yang akhirnya juga berhasil dikuasai oleh
pasukan militer tersebut. [23]
Dengan
jatuhnya pasukan RMS yang berada di daerah Ambon, maka hal ini membuat
perlawanan yang dilakukan oleh pasukan RMS dapat ditaklukan. Pada tanggal 4
sampai 5 Desember, melalui selat Haruku dan Saparua, pusat pemerintahan RMS
beserta Angkatan Perang RMS berpindah ke Pulau Seram. Pada tahun 1952, J.H
Munhutu yang tadinya menjabat sebagai presiden RMS tertangkap di pulau Seram,
Sementara itu sebagian pimpinan RMS lainnya melarikan diri ke Negara Belanda.
Setelah itu, RMS kemudian mendirikan sebuah organisasi di Belanda dengan
pemerintahan di pengasingan (Government In Exile).
Pemberontakan Republik Maluku Selatan sudah
berakhir tetapi masih ada beberapa orang yang masih mengakui RMS dan sampai
detik ini RMS masih tetap eksis dan mempunyai presiden transisi bernama Simon
Saiya.
4.4.
Dampak Pemberontakan
Pada
Tahun 1978 anggota RMS menyandera kurang lebih 70 warga sipil yang berada di
gedung pemerintahan Belanda di Assen-Wesseran. Teror tersebut juga dilakukan
oleh beberapa kelompok yang berada di bawah pimpinan RMS, seperti kelompok Bunuh
Diri di Maluku Selatan. Dan pada tahun 1975 kelompok ini pernah merampas kereta
api dan menyandera 38 penumpang kereta api tersebut.
Pada
tahun 2002, pada saat peringatan proklamasi RMS yang ke-15 dilakukan, diadakan
acara pengibaran bendera RMS di Maluku. Akibat dari kejadian ini, 23 orang
ditangkap oleh aparat kepolisian. Setelah penangkapan aktivis tersebut
dilakukan, mereka tidak menerima penangkapan tersebut karena dianggap tidak
sesuai dengan hukum yang berlaku. Selanjutnya mereka memperadilkan Gubernur
Maluku beserta Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku
karena melakukan penangkapan dan penahanan terhadap 15 orang yang diduga
sebagai propokator dan pelaksana pengibaran bendera RMS tersebut. Aksi
pengibaran bendera tersebut terus dilakukan, dan pada tahun 2004, ratusan
pendukung RMS mengibarkan bendera RMS di Kudamati. Akibat dari pengibaran
bendera ini, sejumlah aktivis yang berada di bawah naungan RMS ditangkap dan
akibat dari penangkapan tersebut, terjadilah sebuah konflik antara sejumlah
aktivis RMS dengan Kelompok Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
5.
Pemberontakan DI TII
Negara Islam Indonesia (disingkat
NII; juga dikenal dengan nama Darul Islam atau DI) yang artinya adalah
"Rumah Islam" adalah gerakan politik yang diproklamasikan pada 7
Agustus 1949 (ditulis sebagai 12 Syawal 1368 dalam kalender Hijriyah) oleh
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar,
Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat. Diproklamirkan saat Negara
Pasundan buatan belanda mengangkat Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema sebagai
presiden.
Gerakan ini bertujuan menjadikan
Republik Indonesia yang saat itu baru saja diproklamasikan kemerdekaannya dan
ada pada masa perang dengan tentara Kerajaan Belanda sebagai negara teokrasi
dengan agama Islam sebagai dasar negara. Dalam proklamasinya bahwa "Hukum
yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam", lebih jelas
lagi dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa "Negara berdasarkan
Islam" dan "Hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan Hadits".
Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan tegas menyatakan kewajiban negara
untuk membuat undang-undang yang berlandaskan syari'at Islam, dan penolakan yang
keras terhadap ideologi selain Alqur'an dan Hadits Shahih, yang mereka sebut
dengan "hukum kafir", sesuai dalam Qur'aan Surah 5. Al-Maidah, ayat
50.[24]
Dalam perkembangannya, DI menyebar
hingga di beberapa wilayah, terutama Jawa Barat (berikut dengan daerah yang
berbatasan di Jawa Tengah), Sulawesi Selatan, Aceh dan Kalimantan. Setelah
Kartosoewirjo ditangkap TNI dan dieksekusi pada 1962, gerakan ini menjadi
terpecah, namun tetap eksis secara diam-diam meskipun dianggap sebagai
organisasi ilegal oleh pemerintah Indonesia.
5.1.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat (
Darul Islam/Tentara Islam Indonesia )
Pada
tanggal 7 Agustus 1949 di suatu desa di Kabupaten Tasikmalaya ( Jawa Barat ).
Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo memproklamirkan berdirinya Negara Islam
Indonesia. Gerakannya di namakan Darul Islam (DI) sedang tentaranya dinamakan
Tentara Islam Indonesia ( TII ). Gerakan ini dibentuk pada saat Jawa Barat di
tinggal oleh Pasukan Siliwangi yang berhijrah ke Yogyakarta dan Jawa Tengah
dalam Rangka melaksanakan ketentuan dalam Perundingan Renville.
Ketika pasukan Siliwangi
berhijrah, gerombolan DI/TII ini dapat leluasa melakukan gerakannya dengan
membakar Rumah – Rumah Rakyat, Membongkar Rel Kereta Api, menyiksa dan merampok
harta benda penduduk. Akan tetapi setelah pasukan Siliwangi mengadakan Long
March kembali ke Jawa Barat, gerombolan DI/TII ini harus berhadapan dengan
pasukan Siliwangi.
Usaha Untuk menumpas
pemberontakan DI/TII ini memerlukan waktu yang lama disebabkan oleh beberapa
faktor, yakni :
a.
Medannya berupa daerah pegunungan –
pegunungan sehingga sangat mendukung pasukan DI/TII untuk bergerilya,
b.
Pasukan Kartosuwirjo dapat bergerak
dengan leluasa di Kalangan Rakyat, Pasukan DI/TII mendapat bantuan dari
beberapa orang Belanda, antara lain pemilik – pemilik perkebunan dan para
pendukung negara Pasundan,
c.
Suasana Politik yang tidak stabil dan sikap
beberapa kalangan partai politik telah mempersulit usaha – usaha pemulihan
keamanan.
Selanjutnya
dalam menghadapi aksi DI/TII pemerintah mengerahkan pasukan TNI untuk menumpas
gerombolanini. Pada tahun 1960 pasukan Siliwangi bersama rakyat melakukan
operasi “ Pagar Betis “ dan operasi “ Bratayudha “ Pada tanggal 4 Juni 1962 Sekarmadji
Maridjan Kartosuwirjo beserta para pengawalnya dapat ditangkap oleh pasukan
Siliwangi dalam operasi “ Bratayudha “ di Gunung Geber, daerah Majalaya, Jawa
Barat. Kemudian Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo oleh Mahkamah Angkatan Darat
dijatuhi hukuman mati sehingga pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dapa di
padamkan.
5.2.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah.
Gerombolan DI/TII ini tidak hanya di Jawa Barat akan tetapi di Jawa
Tengah juga muncul pemberontakan yang didalangi oleh DI/TII. Pemberontakan
DI/TII di Jawa Tengha di bawah pimpinan Amir Fatah yang bergerak di daerah
Brebes, Tegal, dan Pekalongan. Dan Moh. Mahfudh Abdul Rachman ( Kiai Sumolangu
). [25]
Untuk menumpas pemberontakan ini pada bulan
Januari 1950 pemerintah melakukan operasi kilat yang disebut “ Gerakan Banteng
Negara “ ( GBN ) di bawah Letnan Kolonel Sarbini ( Selanjut – nya di ganti
Letnan Kolonel M. Bachrun dan Kemudian oleh Letnan Kolonel A. Yani ). Gerakan
operasi ini dengan pasukan “ Banteng Raiders “.
Sementara itu di
daerah Kebumen muncul pemberontakan yang merupakan bagian dari DI/TII , yakni
dilakukan oleh “ Angkatan Umat Islam ( AUI ) “ yang dipimpin oleh Kyai Moh.
Mahudz Abdurachman yang dikenal sebagai “ Romo Pusat “ atau Kyai Somalangu.
Untuk menumpas pemberontakan ini memerlukan waktu kurang lebih Tiga Bulan.
Pemberontakan DI/TII juga terjadi di daerah
Kudus dan Magelang yang dilakukan oleh Batalyon 426 yang bergabung dengan
DI/TII pada bulan Desember 1951. Untuk menumpas pemberontakan ini Pemerintah
melakukan “ Operasi Merdeka Timur “ yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto,
Komandan Brigade Pragolo. Pada awal tahun 1952 kekuatan Batalyon pemberontak
tersebut dapat dihancurkan dan sisa – sisanya melarikan diri ke Jawa Barat.
5.3.
Pemberontokan DI/TII di Aceh.
Gerombolan DI/TII juga melakukan pemberontakan
di Aceh yang dipimpin oleh Teuku Daud Beureuh. Adapun penyebab timbulnya
pemberontakan DI/TII di Aceh adalah kekecewaan Daud Beureuh karena status Aceh
pada tahun 1950 diturunkan dari daerah istimewa menjadi kresidenan di bawah
Provinsi Sumatera Utara. Pada tanggal 21 September 1953 Daud Beureuh yang waktu
itu menjabat sebagai Gubernur Militer menyatakan bahwa Aceh merupakan bagian
dari Negara Islam Indonesa di bawah Pimpinan Sekarmadji Maridjan Kartosuwiyo.
Dalam
menghadapi pemberontakan DI/TII di Aceh ini semula pemerintah menggunakan
kekuatan senjata. Selanjutnya atas prakarsa Kolonel M. Yasin, Panglima Daerah
Militer 1/Iskandar Muda, Pada tanggal 17 – 21 Desember 1962 diselenggarakan “
Mustawarah Kerukunan Rakyat Aceh “ yang mendapat dukungan tokoh – tokoh
masyarakat Aceh sehingga pemberontakan DI/TII di Aceh dapat dipadamkan.
5.4.
Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan.
Di Sulawesi Selatan juga timbul pemberontakan
DI/TII yang dipimpin oleh Kahar Muzakar. Pada tanggal 30 April 1950 Kahar
Muzakar menuntut kepada pemerintah agar pasukannya yang tergabung dalam Komando
Gerilya Sulawesi Selatan dimasukkan ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia
Serikat ( APRIS). Tuntutan ini ditolak karena harus melalui penyaringan.[26]
Pemerintah melakukan pendekatan kepada Kahar
Muzakar dengan memberi pangkat Letnan Kolonel. Akan tetapi pada tanggal 17
Agustus 1951 Kahar Muzakar beserta anak buahnya melarikan diri ke hutan dan
melakukan aksi dengan melakukan teror terhadap rakyat.
Untuk menghadapi pemberontakan DI/TII di
Sulawesi Selatan ini pemerintah melakukan Operasi Militer. Baru pada bulan
Februari 1965 Kahar Muzakar berhasil ditangkap dan ditembak mati sehingga
pemberontakan DI/TII di Sulawesi dapat dipadamkan.
5.5.
Pemberontakan DI/TII di Kalimantan
Selatan.
Pada
bulan oktober 1950 DI/TII juga melakukan pemberontakan di Kalimantan Selatan
yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Para pemberontak melakukan pengacauan dengan
menyerang pos – pos kesatuan TNI.
Dalam menghadapi
gerombolan DI/TII tersebut pemerintah pada mulanya melakukan pendekatan kepada
Ibnu Hajar dengan diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan diterima menjadi
anggota TNI. Ibnu Hajar pun menyerah, akan tetapi setelah menyerah melarikan
diri dan melakukan pemberontakan lagi. Selanjutnya pemerintah mengerahkan
pasukan TNI sehingga pada akhir tahun 1959 Ibnu Hajar beserta seluruh anggota
gerombolannya pun tertangkap.
DAFTAR
PUSTAKA
Soebandio,
Hadi . 2002. Keterlibatan Australia dalam
pemberontakan PRRI/PERMESTA. Jakarta : Gramedia
Pour,
Julus. 2008. Ing. Slamet Rijadi dari
mengusir Kempeitai sampai menumpas RMS. Jakarta: Gramedia. Hl. 5
Kahin,
George. 1995. Nasionalisme dan Revolusi Indonesia. Surakarta: UNS Press
Lapian
Dkk. 1996. Terminologi Sejarah Indonesia 1945-1950 1950-1969.
Riclefs.
1998. Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: Gramedia
Kartasasmita,
Ginanjar. 30 tahun Indonesia Merdeka. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan
kebudayaan.
Http//www.google.com
Http//www.wikipedia,com.
[1]
Kahin, George Mc’Lurnan . Nasionalisme dan Revolusi Indonesia. 1995: 576
[2]
Lapian dkk. Terminologi Sejarah Indonesia
1945-1950 &1950-1969. 1996: 229
[3]
Lapian dkk. Terminologi Sejarah Indonesia
1945-1950 &1950-1969. 1996: 229
[4]
Lapian dkk. Terminologi Sejarah Indonesia
1945-1950 &1950-1969. 1996: 229
[5]
Kahin, George Mc’Lurnan . Nasionalisme dan Revolusi Indonesia. 1995: 576
[6]
Riclefs. Sejarah Indonesia Modern .
1998:351
[7]
Kahin, George Mc’Lurnan . Nasionalisme dan Revolusi Indonesia. 1995: 577
[8]
Kahin, George Mc’Lurnan . Nasionalisme dan Revolusi Indonesia. 1995: 577. Usaha
ini tidak terlaksana karena Satu Batalyon pasukan RIS sudah bersiaga di dekat
tempat itu.
[9]
Riclefs. Sejarah Indonesia Modern .
1998:351
[10]
Lapian dkk. Terminologi Sejarah Indonesia
1945-1950 &1950-1969. 1996: 154.
10.1. Dewan Banteng adalah
sebuah dewan yang dibentuk oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein seorang
Komandan Resimen Infanteri 4 pada
tanggal 20 Desember 1956.Anggotanya adalah para eks Divisi Banteng. Latar belakang pembentukan adalah rasa kecewa
beberapa daerah luar jawa terhadapa kebijakan politik, ekonomi pemerintahan
pusat Jakarta akibatnya rakyat tidak lagi menaruh kepercayaan kepada Peerintah
pusat.
10.2. Dewan Gajah adalah
sebuah gerakan revolusioner yang dibentuk pada 22 desember 1956 oleh Panglima
Tentara Teritorium I (TT I) Kolonel Mauludin Simbolon di Medan. Ia mengumumkan
pernyataan bahwa mulai tanggal 22 Desember tidak mengakui lagi cabinet Ali
Sastroamindjojo II dan untuk sementara melepaskan hubungan dengan pemerintahan
Pusat. Latar belakangnya adalah ketidakpuasan terhadap kebijakan pembangunan
yanghanya berpusat dijakarta saja.
10.3. Dewan Garuda
didirikan pada 25 Januari 1957 di Sumara Selatan oleh Letnan Kolonel Berlian.
Dewan Garuda dibentuk oleh sekelompok golongan politik bersama pimpinan militer
setepat mencetuskan piagam pembangunan yang fungsinya menjadi wadah yang dapat
menampung segala aspirasi daerah.
10.4. Dewan Manguni
dibentuk pada 18 Februari 1957 di Menado oleh Letkol Samual. Latar belakang
terbentuknya berawal dari suhu politik Indonesia yang memanas dengan pembentukan
cabinet Ali Sastroamidjojo II. Ketidakpuasan disebabkan karena alokasi biaya
pembangunan untuk Sulawesi Utara sangat jauh berbeda dengan daerah-daerah di
Jawa terutama Jakarta.
[11]
Departemen Pendidikan dak Kebudayaan. Terminologi
Sejarah Indonesia 1945-1950 &1950-1969. 1996: 251.
[12]
Lapian dkk. Terminologi Sejarah Indonesia
1945-1950 &1950-1969. 1996:247
[13]
Riclefs. Sejarah Indonesia Modern .
1998:396
[14]
Soebandio, Hadi . 2002. Keterlibatan Australia dalam pemberontakan
PRRI/PERMESTA. Jakarta : Gramedia. Hlm. 226-227.
[15]
Riclefs. Sejarah Indonesia Modern .
1998:398
[16]
Riclefs. Sejarah Indonesia Modern .
1998:397
[17][17]
Riclefs. Sejarah Indonesia Modern .
1998:399
[18]
Ginanjar Kartasasmita 30 Tahun Indonesia
Merdeka 1950-1964:270
[19]
Lapian dkk. Terminologi Sejarah Indonesia
1945-1950 &1950-1969. 1996: 239
[20]
Pour, Julus. 2008. Ing. Slmater Rijadi dari mengusir Kempeitai sampai menumpas
RMS. Jakarta: Gramedia. Hl. 5
[21]
Pour, Julus. 2008. Ing. Slmater Rijadi dari mengusir Kempeitai sampai menumpas
RMS. Jakarta: Gramedia. Hl. 6
[22]
Ginanjar Kartasasmita 30 Tahun Indonesia
Merdeka 1950-1964:274
[23]
Ginanjar Kartasasmita 30 Tahun Indonesia
Merdeka 1950-1964: 245
[24] Ginanjar Kartasasmita 30 Tahun Indonesia Merdeka 1950-1964: 270
[25]
Ginanjar Kartasasmita 30 Tahun Indonesia
Merdeka 1950-1964: 265
[26]
Ginanjar Kartasasmita 30 Tahun Indonesia
Merdeka 1950-1964:270