Rabu, 25 September 2013

BUKAN AKHIR


Bukan hal yang buruk ketika kita mengorbankan sedikit kebahagiaan kita untuk kebahagiaan banyak orang. Bukan hal yang salah ketika setetes air mata kita bisa berubah menjadi senyum dan tawa banyak orang. Hal yang sangat indah ketika kita bisa melihat orang-orang yang kita sayang tersenyum bahagia walau di saat yang bersamaan kita sedang merasakan sakit yang luar biasa. Awalnya aku berfikir semua akan baik-baik saja.
Aku berjalan tanpa ragu menyusuri jalan yang membelah bangku-bangku gereja yang menjadi dua bagian, kiri dan kanan. Dengan riasan natural di wajahku dan dengan kebaya warna putih yang selalu aku ingin pakai dari dulu. Aku berjalan pelan dengan iringan lagu You Rise Me Up. Ini adalah hal yang selalu ingin aku lakukan sejak dulu. Pendeta sudah siap menunggu di depan mimbar. Tapi ini bukanlah hari pernikahan yang membahagiakan untuku. Nyatanya aku hanya menjadi pengiring tokoh utama yang menikah hari ini. Aku menjadi pengiring sang pengantin. Adiku dan mantan calon Suamiku
Awalnya aku merasa semua akan baik-baik saja. Semua rasa sakit dan kecewaku akan terbayar dengan kebahagiaan orang-orang yang aku sayang. Kebahagiaan adiku, mamahku, keluarga besarku, dan tentu saja mantan calon suamiku. Namun saat ini bahakan tawa mereka belum cukum untuk mengobati rasa sakitku. Aku duduk di sebelah sahabat-sahabatku yang menghadiri pemberkatan nikah adiku. Aldi, Sandra, Dika, dan Astri. Mereka semua melihat kearahku. Tatapan mereka mengambarkan betapa mereka merasakan iba kepadaku. Aku berusaha sekuat tenaga menunjukan bahwa aku baik-baik saja.
Saat ini aku adalah orang yang paling ingin bahagia disbanding siapapu. Aku tak ingin menangis di hari paling penting untuk Adikku dan ibuku ini. Oleh karena itu aku sangat ingin bahagia saat ini. Namun entah kenapa semua kenangan antara aku dan Niko suami adiku begitu membekas. Aku melihat mereka berdua saling memasangkan cincin tanda cinta. “ Seharusnya ku yang ada di sana bukan Nia.” Kataku dalam hati. “ Apa yang aku pikirkan. Aku tidak iklas dengan kebahagiaan mereka. Tidak aku iklas dengan  semua itu. Aku iklas.” Sisis hatiku yang lain berkata seperti itu. Dalam hatiku terjadi pertentangan yang amat keras.
                         

Resepsi pernikahan sudah selesai. Hanya tinggal beberapa tamu saja dan ada sahabat-sahabatku. Ketikan melihat keempat sahabatku aku teringat masa kuliah ketika aku Nikao dan mereka sering duduk di kafe sambil memanfaatkan akses Wifi di tempat itu untuk mengerjakan tugas. Mengenang masa saat aku dan Niko bersama dalam satu ikata. “ Dinda are you ok?” Tanya Aldi mewakili pertanyaan ketiga sahabatku yang lain. “ Saat ini aku merasa menjadi seorang kakak yang berhasil. Jadi tidak ada alasan aku bersedih.” Jawabku menghibur diri sendiri dan jawaban itu jauh melenceng dari pertanyaan Aldi. “ Aku bangga denganmu.” Kata Asrti sambil memeluku di ikuti Sandra.
“Aku benar-benar gak tau apa yang ada dalam pikiran Niko dan Adikmu. Mereka sangat bahagia, tanpa memperdulikanmu.” Kata Dika. Kata-kata Dika ini membuatku melayang jauh menuju masa lalu.
“Aku pulang…” Kataku dengan semangat sambil menarik dua Koper besar kedalam rumah. Aku melihat rumah begitu sepi. “Mamah pasti sedang bekerja, Nia mungkin sedang kuliah. Aku masuk kedalam kamar Nia. Betapa terkejutnya aku saat itu. Aku melihat foto DaSandra dan Niko dengan ukuran seper besar terpampang jelas di depan pintu. Foto mesra antara mereka berdua. Dan banyak foto lain yang terpajang di dinding. Aku hampir tak percaya. Aku melihat Laptop Nia aku segera membuka mencari kejelasan hubungan mereka. Dan ternyata aku menemukan hal yang tak ingin aku temukan. Mereka berpacaran.
“Nia... Sayang..” Aku mendengar suara yang begitu aku kenal. Hya suara Niko. Aku keluar kamar Nia dan Niko begitu terkejut melihat aku sudah pulang. Dan tidak lama aku juga melihat Nia masuk kedalam rumah. Secara manusia aku begitu marah. Aku kecewa. “ Mbak. Aku ingin jujur. Aku tau hal ini akan terjadi cepat atau lambat. Aku dan Niko sudah berpacaran sejak mbak berangkat keaustralia. Dan aku juga berencana akan menikah tahun depan. Aku minta maaf mbak. Aku salah.” Kata Nia dengan Air mata.
“ Hya aku mengerti. Ok Selamat ya.” Kataku aku kembali mengambil koperku. Aku keluar dari rumah dengan menahan tangis. Aku tak tahu harus kemana aku menghentikan taksi. Dan bergegas menuju rumah yang yang dulu aku beli dengan tabungan dari beasiswa yang aku dapatkan. Rumah ini begitu jauh dari rumah Mamah dan Nia. Membutuhkan waktu dua jam untuk ke tempat ini. Dan dengan kondisi seperti ini aku tak mau lagi melanjutkan studiku di Australia. Lebih baik aku memulihkan hatiku dulu di tempat ini.  Hingga beberapa bulan berlalu aku masih belum bisa melupakan semua kenanganku bersama Niko. Aku berusaha sebisa mungkin untuk tidak memiliki waktu luang. Aku meneruskan kuliah. Menulis novel dan bekerja di sebuah percetakan dengan menjadi seorang Editor. Semua ini membuatku benar-benar sibuk dan hamb[ir tidak ada waktu untuk memikirkan Niko. Hingga saat ini,saat pernikahan mereka. Aku teringat semua lagi. Dan aku kembali jatuh.
                         
Aku duduk di tempat faforitku saat jam istirahat. Di bangku paling pojok aku masih belum sepenuhnya bisa terima akan hal yang terjadi saat ini. Aku kembali teringat akan janji kami berenam saat kuliah. “ Gimana kalo nanti kita menikah bareng.” Kata Asrti saat kita berenam makan Mie ayam bersama. “ Bilang aja lo mau ngirit. Biar biayanya bisa patungankan.” Kata Niko sinis. “ Hiya bener tuh. Tapi sory ya. AKu sudah merencanakan pernikahan idamanku dengan Niko. Hya gak Ko.” Kataku menolak. “ Ih dinda. Kan asyik juga din menggabungkan beberapa konsep sekaligus. Kita harus berpedoman pada prinsip ekonomi.” Kata Sandra membuatku tak mampu menjawab. “ Hya deh. Demi persahabatan dan cinta kita.” Kataku mengalah. “ Gimana kalai kita buat janji. Besok kita harus menikah dalam waktu yang hampir bersamaan. Gimana setuju?” Tanya Sandra. “ Setuju. Jawab kami berenam kompak.”
Tanpa terasa aku meneteskan air mataku kembali. Dan aku tidak sadar jika Asti dan Dika sudah berada di depanku. Karena memang dia bekerja di tempat yang sama denganku. “Bukan hal yang memalukan bukan. Ketika kamu jujur dengan sahabat-sahabatmu. Kamu hanya perlu bilang, aku sedang sedih.” Kata Astri. “ Aku gak sedih aku terlalu keras berfikir gimana aku biar cepat lulus S2.” Kataku mengelak. “ Di situasi seperti ini. Tidak salah jika kamu menangis. Dan bahkan wajar jika kamu berteriak.” Tambah Dika. “Kalian ada apa sih aku baik-baik saja.” Kataku sambil berdiri dan membereskan stpmap yang berceceran di meja. “Aku mau kekampus buat ketemu dosen pembimbingku.” Kataku dan meniggalkan mereka.
                         
Aku bangun pagi ini karena suara telvon dari ruang tengah yang terus bordering. Aku sangat malas untuk hanya sekedar bangkit dan mengangkat telvon. Tapi jika tidak segera aku angkat pasti telvon akan terus bordering. “Halo.” Sapaku dengan malas. “Din kamu mau ikut liburan dengan Nia dan suaminya gak? Ini dia ngajak mama liburan. Mungkin lebih baik kamu ikut.” Kata ibu dengan sangat bersemangat. Enteh apa yang mamah dan Nia pikirkan saat ini. Apakah mereka mengira aku sudah melupakanya dengan mudah. “ Maaf mam aku benar-benar sibuk saat ini.” Kataku. “ Kamu baik-baik sajakan.Din makasih ya sayang kamu dah mau mengalah untuk adikmu. Kamu telah membahagiakan banyak orang. Mamah sangat bangga kepadamu. Mamah juga mengerti perasaanmu.” Kata mama. “ Mamah kenapa sih. Udah selamat berlibur have fun ya.” Kata ku lalu menutup telvonku.
Rasa sakit ini begitu nyata. Apa karena aku begitu mencintai Niko. Dan sekarang aku benar-benar merasakan kecewa yang amat sangat. Sampai kapan aku membiarkan diriku larut dalam keadaan seperti ini. Aku ingin menyudahi semua tapi hingga saat ini hatiku belum sanggup tersenyum. Aku bergegas menuju kamar tidur. Dan melihat kamar tidrku begitu berantakan. Tidak hanya kamar tidur ruang tamu dan setiap sudut dirumahku begitu berantakan saat ini. Botol soda makanan ringan mie cup dan semua bungkus makanan belum sempat aku singkirkan .
Dan ini sudah hari ketiga aku tidak masuk kantor. Aku cuman bilang jika aku sedang berada dalam suatu liburan yang menyenangkan dan tidak mau diganggu oleh siapapu. Bagaimanapun juga aku gak mau keempat sahabatku merasakan iba padaku. Dan sekarang aku bisa merasakan situasi yang tenang di rumahku. Nonton semua film cinta yang berakir bahagia sambil meminum soda sebanyak yang aku mampu. Rasanya gak ada yang membuat aku lebih tenang dari pada sekaleng soda.  Aku ingin bangkit dari keterpurukan ini, namun aku tak punya cukup kekuatan
                         
Aku sudah bertekat untuk melupakan semua kenangan tentang Niko. Tidak baik selalu mengenang orang yang sudah menjadi suami orang lain apalagi suami Adik kandungku sendiri. Aku melangkah menuju ruang miting setelah dari tadi pagi aku menemui dosenku untuk penyusunan Tesisku. Rasanya jika terus begini mungkin aku tidak akan memikirkan Niko. Namun sebelum Miting aku mendapat kiriman fia BBM beberapa foto Nia dan Niko yang terlihat sangat senang. Mereka berlibur ke Bali. Tempat yang sudah aku rencanakan untuk liburanku bersama Niko jika saja kami menikah.
Rasanya aku harus kuat menghadapi beban yang berat seperti ini. Mungkin akan lebih mudah jika Niko bukan menjadi Suami adikku karena kita tak akan pernah bertemu lagi. Namun sekarang keadaanya berbeda aku dan dia menjadi keluarga dan kami harus selalu bertemu setiap saat. Rasanya menyakitkan . Aku kembali termenung di mejaku.
 Dari meja sebelah aku mendengar pembicaraan Asti dan Dika. “ Aku kenal salah seorang dokter dan dia juga tertarikpada bidang kejiwaan, Mungkin kita harus membawa Dinda ke tempat prakteknya.” Kata Dika. “Apa sekarang aja?” Kata Asti kelihatan bersemangat. “ Dia hanya buka praktek saat malam. Saat siang dia bekerja di Rumah sakit sebagai dokter umum.” Kata Dika. Aku melihat mereka antusias ingin membawaku menemui dokter itu. Mereka mungkin sudah mengira aku gila. Tapi memang sejak Niko menninggalkanku pola hidupku berubah drastis. Dari sering meminum soda hingga makan cemilan tak sehat.Tapi itu semua caraku untuk mengurangi sters dari pada aku ngrokok apalagi pake narkoba.
“Hya aku bisa datang sendiri gak perlu kalian yang anter.” Kataku mengagetkan mereka. “ Beneran Din kamu mau datang sendiri ke Psikiater itu?” Tanya Asti gak percaya. “ Daripada aku kalian seret kaya orang gila.” Kataku lalu mengambil kartu nama yang tergeletak di meja dan pergi meninggalkan mereka berdua.
                         
 “Kenangan adalah bagian dari hidup di masa lalu. Kita tidak akan mampu menghapus semua kenangan itu. Seberapa jauh kita berlari kita takan mampu meninggalkan kenangan itu. Satu-satunya hal yang bisa kita lakukan adalah menyimpan kenangan itu dalam-dalam di hati kita agar kita bisa berhenti memikirkanya. Dan suatu masa ketika kita mampu mengukur kenangan lain. Kita akan bisa melupakan kenangan pahit itu” Aku meresapi kata-kata Dokter Raya.
Banyak hal yang dia lakukan untuku. Aku menganggap dia mencintai pekerjaanya lebih dari apapun. Dia mencoba memperlakukanku sebagi orang normal yang hatinya dalam keadaan baik-baik saja. Dan sekarang dia mengajakku untuk menonton sebuah film romance. Awalnya aku menolak. Namun dia bilang ini adalah bagian dari terapis penyembuhan sakitku. Dan begini jadinya aku sudah berada di XXI di salah satu mol di kotaku. Dan kesan pertama begitu menyenangkan. Dia membiarkanku duduk di sofa tempat menunggu dan dia mengantri untuk membeli tiket.
Aku mulai geli melihat dia yang mulai tidak sabar mengantri. “Sorry lama, ini tayang perdana, jadi banyak yang pingin nonton.” Katanya menjelaskan sambil menunjukan dua tiket kepadaku. “Lebih lama juga gak papa.” Kataku sambil tertawa geli. Mungkin ini tawa pertama yang keluar tulus dari bibirku. Dia membeli beberapa soft drik dan pop corn yang akan menemani aku menyelesaikan satu buah film yang di perankan oleh Jullie Estele, Reza Rahardian dan Darius Sinatria.
Bukan film komedi romantic yang aku tonton. Tapi lebih tepatnya Tragedi diantra Jullie estele , Darius, Dan actor faforitku Reza rahardian. Dimana Darius menjadi sosok malaikat yang membuat Jullie melupakan Reza yang meninggalkan karena tidak ingin Jullie mengerti kalau dia menderita sakit. Bener-bener salut buat Reza yang mengiklaskan wanita yang dia cintai untuk kebahagiaan wanita itu
 “ Aku hanya menangkap satu kalimat penting di film tadi. Dan sekarang aku harus realistis. Aku harus Realistis dan tidak bisa bermain dengan perasaan saja. Cinta itu butuh logika karena itu yang akan meluruskan perjalananya kedepan. Untuk apa kita mencintai orang yang sudah menyakiti kita,” Katanya menirukan ucapan Jullie estele yang saat itu memiliki situasi yang sama denganku. “Yups betul. Tapi keadaanku berbeda dengan dia. Karena Niko meninggalkanku bukan untuk kebahagiaanku, Tapi kebahagiaanya sendiri.” Kataku sambil menyeringai dan itu mungkin membuar Raya sedikit takut. “ Sudah lah apa bedanya. Karena Niko mungkin sudah menyakitimu. Mungkin kamu harus lebih berhasil melupakanya dari pada Jullie Estele.” Raya menanggapi kata-kataku dengan datar tapi bermakna.
“ Ok dah sampai.” Katanya setelah dia mengantarku sampai di depan rumah dengan motor besarnya. “ Makasih banyak ya.Aku tak tau harus melakukan apa buat balas kebaikanmu.” Kata ku sedikit garing mungkin di telinganya. “ Semua sudah tugasku.” Katanya. “ Cepat tuliskan nomer rekeningmu karena aku tidak mau berhutang terlalu lama untuk semua ini.” Kataku sambil bercanda. “Aku bukan Psikiater. Aku dokter. Dan aku tidak mau dibayar dengan uang.” Katanya. “Terung?” Kataku mencoba mencari jawabanya. “ Besok aku jemput jam 7 malam. Aku sudah lama tidak menikmati sabtu malam.” Katanya.
“ Bagian dari terapis penyembuhan juga. Wah jangan besok. Besok malam minggu saatnya orang-orang yang punya pacar keluar dari sarangnya. Bukan malam yang tepat buat aku.” Kataku
                         
 “ Ok dah sampai.” Katanya setelah dia mengantarku setelah sesi terapi hari ini.. “ Makasih banyak ya.Aku tak tau harus melakukan apa buat balas kebaikanmu.” Kata ku sedikit garing mungkin di telinganya. “ Semua sudah tugasku.” Katanya. “ Cepat tuliskan nomer rekeningmu karena aku tidak mau berhutang terlalu lama untuk semua ini.” Kataku sambil bercanda. “Aku bukan Psikiater. Aku dokter. Dan aku tidak mau dibayar dengan uang.” Katanya. “Terus?” Kataku mencoba mencari jawabanya. “ Besok aku jemput jam 7 malam. Aku sudah lama tidak menikmati sabtu malam.” Katanya.
“ Bagian dari terapis penyembuhan juga. Wah jangan besok. Besok malam minggu saatnya orang-orang yang punya pacar keluar dari sarangnya. Bukan malam yang tepat buat aku.” Kataku . “ it is date.” Katanya  “ Date? Kencan maksudmu.” Kataku tak percaya. “ Emm maksudku. Mengajarimu caranya kencan. Mungkin kamu sudah lupa cara melakukanya.” Kata Raya yang pipinya memerah. “Ok aku masuk ya.” Kataku meninggalkanya. “ Dinda.” Panngil raya dan aku pun menoleh. “ Ini buat kamu. Makasih dah nemenin aku seharian ini.” Katanya sambil menyerahkan satu ikat mawar putih yang jumlahnya cukup banyak. “ Makasih ya.” Aku tak tau harus bilang apa kepadanya. “ Ok cepat masuk dah malam.” Katanya dan lalu masuk kedalam mobilnya. “ Hati-hati.” Kataku sambil melambaikan tanganya.
Aku memasukan mawar pemberian Raya kedalam vas dan membawanya masuk kedalam kamar. Aku duduk di pinggir tempat tidur. Aku memandangi foto Prewedku dengan Niko. Foto yang super besar. Aku berusaha melepaskanya namun aku tidak cukup kuat melepaskanya. Aku berbaring di tempat tidur dan aku kembali melihat fotoku dan Niko di langit-langit kamar. Dan kau tak cukup tingi untuk melepasnya. Aku ingan aku dulu memasangnya dengan Dika dan Sandra. San saat itu Dika bersumpah tidak akan mau melepaskanya karena aku tak mau mendengar nasehatnya.
                         
Aku sudah memakai celana panjang dan kaus berkerah. Dan tidak begitu lama aku mendengan suara pintu di ketuk. Raya sudah berada di dedapn. “ Telat 5 menit. Lumayan sebentar dari pada jam-jam yang sudah aku buang untuk menunggunya saat terapi.” Kataku sambil mengambil tas di atas tempat tidur. Aku membuka pintu dan betapa terkejutnya aku. Aku melihat orang yang paling tidak ingin aku lihat. Niko berada di depan pintu dan aku berusaha menutupnya dengan cepat namun aku tidak begitu kuat Niko menahanya.
“ Din aku mohon jangan menyakiti adikmu seperti ini.” Katanya. “ Owh gitu. Aku yang salah. Kalian menyakiti aku seperti ini sedangkan aku tidak boleh marah kepada kalian.” Kataku terbawa emosi. “ Maafkanlah aku dan adikmu.” Katanya lagi. “ Sangat sulit memang. Tapi aku akan maafkan kalian, tapi untuk berteman atau apapun itu aku tidak mau. Kita sudah tidak saling kenal.” Kataku. “ Kenapa kamu begitu jahat. Adikmu sedang hamil. Seharusnya kamu pulang kerumah untuk sekedar menengok.” Katanya lagi membuatku tidak sabat. Aku mengambil nafas panjang.
Perhatian kami tertuju kearah suara yang dihasilkan oleh motor Raya. Dan begitu cepat Raya menghampiri kami. “ Hai kamu sedang ada tamu?” Katanya sambil melepas kaus tangan yang dia pakai. “ Bukan siapa-siapa ayo kita pergi saja.” Kataku mengajak Raya pergi segera. Tapi tangan Niko menahanku. “ Din aku mohon.” Katanya. “ Lepasin aku ko.” Kataku membuat Raya menghentikan langkahnya. “ Kamu Niko? Kenalin aku Raya. Calonya Dinda.” Kata Raya sambil mengulurkan tanganya namun Niko tidak menyambutnya. “ Oh hya ini Raya. Ok kita mau pergi jadi kalau sudah tidak ada yang perlu di bicarakan lagi mungkin lebih baik kamu pergi.” Kataku sambil menarik Raya menuju Motornya. “ Kamu gak punya jaket.” Tanyanya setelah dia menaiki motornya. “ Enggak.” Jawabku singkat tiba-tiba aku menyesal kenapa tidak dari dulu aku membeli jaket.
“ Ray makasih ya.” Kataku saat berada di atas motornya. “ Hya sama-sama. Gimana kamu sepertinya sudah lumayan benci sama Niko?” Sindirnya. “Hya aku jadi lumayan benci sama dia.” Kataku. “ Tenang Din aku akan bantu kamu sekuat tenagaku. Aku akan membantumu keluar dari semua keterpurukan ini. Aku tau bagaimana perasaanmu. Dan posisi mu yang sangat sulit. Tapi kamu harus percaya aku. Semua akan baik-baik saja.” Kata Raya membuatku kagum.
                         
         Wajah Niko masih menggangguku. Tapi aku merasakan rasa yang lain kepada Niko. Mungkin karena cintaku yang begitu dalam mebuatku jadi semakin membencinya.  Dann sekarang yang menjadi masalah adalah mengilangkan rasa kecewaku pada adiku dan rasa benciku pada Niko. Bagaimanapun juga mereka adalah bagian dari keluargaku. Dan aku tak mungkin mengasingkan diri dari keluarga.
         Dan sekarang sudah ada undangan aqiqahan keponakanku. Anak Niko dan adiku tergeletak di atas meja. Aku tak tau apa yang harus aku lakukan dengan undangan itu. Terbesit sedikit rasa benci dengan Keluarga itu. Tapi bagaimanapun juga aku harus datang. Tapi aku tak punya cukup kekuatan untuk datang kerumah itu. Dan tanpa dikomando aku sudah menelvon Raya. Penolongku dan mungkin harus aku akui dia lah yang mengeluarkan aku dari semua keterpurukan ini. Dan sekarang aku jatuh cinta padanya.
         “ Din ada apa?” Tanya Raya setengah panic ketika sampai di rumahku. Aku menunjuk undangan itu dengan dagu seakan tak ingin merelakan tanganku untuk menunjuknya. Raya segera mengambilnya dan tersenyum padaku. “ Kita akan datang dan menunjukan kalau kamu baik-baik saja.” Kata Raya begitu tegas. “ Aku ragu.” Kataku . Raut muka Raya berubah drastic setelah aku mengungkapkan keraguanku.
         “ Din aku sudah terlalu lama menunggumu untuk membuaka hatimu memberikan ruang untuk aku. Semua hati, fikiranmu tertuju pada Niko.  Saat mendengar ceritamu dari Dika aku bertekat akan membantumu karena memang aku pernah berada di posisi itu. Semakin lama rasa kasihan itu berubah menjadi cinta. Kamu seperti burung yang sayapnya patah dan aku ingin mengobatinya. Dan aku mengira aku akan memenangkan hatimu. Tapi mungkin aku salah. Ruang hatimu sudah benar-benar tertutup.” Kata niko panjang lebar dan hal itu cukup mengaggetkanku. Sebenarnya aku memiliki perasaan yang sama padanya. Namun rasa kecewaku menutup itu semua.
         “ Ray aku sangat berterimakasih padamu. Kamu seperti sosok malaikat yang Tuhan kirim untuk menjagaku dan melindungi aku. Aku juga memiliki perasaan yang sama. Namun rasa kecewa ku pada sosok mentari saat mendung sudah membuatku mematikan hatiku untuk cinta. Namun aku mohon untuk memberiku sedikit waktu agar aku bisa mencintaimu secara sempurna. Aku ingin menghilangkan rasa kecewa ini.” Kataku pada Raya
         Tuhan tidak akan memberi suatu hal yang sempurna secara langsung. Tuhan memberikan hal yang tidak sempurna agar kita bisa mengerti bagaimanakah sempurna itu. Belajar untuk menemukan hal yang sempurna, Agar kita belajar untuk menghargai hal yang sempurna itu. Dan menciptkan dunia yang sempurna menurut kita. Seperti halnya aku. Tuhan memberikan kekecewaan kesedihan rasa kehilangan yang amat dasyat. Memberikan Niko untuk mengisi hidupku. Dan suatu saat menunjukan bahwa cinta Niko itu tidak sempurna. Dan akirnya Tuhan menunjukan padaku bahwa Cinta yang sempurna adalah Cinta Raya.  Dan kini akir cerita ku akan menjadi cerita yang bahagia.

THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan komentar ! Terimakasih...